Era Kolonialisme Di Indonesia (2) |
2 tahun setelah menaklukan kota Jayakarta dan mendirikan kota Batavia pada tahun 1621, VOC menyerbu kepulauan Banda di Maluku dan menguasai kepulauan penghasil buah pala ini. Penaklukan Kepulauan Banda di warnai dengan pembantaian lebih dari 6 ribu warga kepulauan tersebut.
Bondan Kanumoyoso, sejarawan
“Banda ini bahkan lebih awal lagi ditaklukan oleh VOC di tahun 1621. Hanya 2 tahun setelah Batavia didirikan. Karena dianggap Belanda ini sukar untuk di kontrol atau dikendalikan karena di sana tidak ada penguasa tunggal. Karena itu tidak ada pilihan lain, kecuali menegakkan monopoli utuh terhadap seluruh perdagangan pala yang ada di Banda dengan menaklukkan Kepulauan Banda. Jadi dalam rangka untuk menegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah, VOC tidak hanya mengikat kontrak, tapi juga berusaha untuk menaklukkan wilayah-wilayah tertentu yang dianggap memang harus ditaklukan.”
Pada tahun 1628 dan 1629 ketika pembangunan kota benteng Batavia belum sepenuhnya selesai, kerajaan Mataram yang kala itu dipimpin Sultan Agung sempat 2 kali menyerang kastil Batavia. Namun Serangan yang melibatkan belasan ribu prajurit kerajaan Mataram dan ditujukan untuk mengusir VOC dari Pulau Jawa ini gagal mengalahkan VOC.
Bondan Kanumoyoso, sejarawan
“Ketika Mataram menyerang Batavia 2 kali, yaitu pada tahun 1628 dan 1629. Dan ketika itu sebetulnya kota Batavia belum selesai dibangun. Jadi yang baru selesai dibangun adalah sistem tembok bagian timur, sehingga bagian Barat itu terbuka. Tetapi memang karena berbagai masalah yang dihadapi oleh pasukan Mataram yang menyerbu Batavia, akhirnya serangan itu tidak efektif, karena di jalan juga sepanjang perjalanan dari Mataram ke Batavia itu mereka diganggu oleh kapal-kapal VOC. Itu persediaan makanan dan pasukannya itu diserang di sepanjang jalan. Ketika sampai di Batavia mereka sudah tidak lagi terlalu kuat itu pasukannya sehingga kemudian VOC bisa menahan 2x serangan dari Mataram.”
Artikel Terkait:
Era Kolonialisme Di Indonesia (01)
Era Kolonialisme Di Indonesia (03)
Dalam perjalanan sejarahnya kemudian, dengan berbagai intrik dan cara, VOC berhasil menguasai satu persatu wilayah di nusantara yang semula berada di bawah kekuasaan kerajaan-kerajaan lokal. Selama VOC berjaya di nusantara, berbagai perang, perlawanan dan pemberontakan untuk melawan dominasi dan penindasan VOC berkobar di banyak tempat.
Pada sepanjang tahun 1660 hingga 1668 misalnya, VOC terlibat perang dengan Kesultanan Gowa, Makassar yang dipimpin Sultan Hasanuddin. Berkat kemenangan mereka dalam perang ini pada tahun 1667 VOC berhasil memaksakan Perjanjian Bongaya kepada Kesultanan Gowa Makassar yang isinya sangat menguntungkan VOC.
Bondan Kanumoyoso, sejarawan
“Makassar itu ada bagian timur dari nusantara dan ketika itu dia menjadi pintu masuk sebelum masuk ke kepulauan rempah-rempah ya. Cengkeh di Maluku Utara ataupun Pala di Banda. Nah karena itu kalau tanpa menaklukkan Makassar, itu tidak akan bisa ditegakkan monopoli perdagangan rempah-rempah berupa cengkeh dan pala. Karena itu akan terjadi orang-orang akan menjual tetap komoditi itu ke Makassar. Karena itu tidak ada pilihan lain bagi VOC selain menaklukkan Makassar. Dengan biaya apapun dan akhirnya Makassar ditaklukkan maka monopoli perdagangan rempah-rempah itu bisa dicapai dengan sempurna gituh."
Kurang dari 20 tahun setelah perang di Makassar pada tahun 1682, VOC juga terlibat perang dengan Kesultanan Banten dengan memanfaatkan konflik internal yang terjadi dalam keluarga Kesultanan VOC akhirnya berhasil menguasai banten.
Bondan Kanumoyoso, sejarawan
Banten itu adalah Kesultanan yang menguasai perdagangan lada ketika itu selain kesultanan Aceh. Dan posisinya itu sangat dekat dengan Batavia. Jadi kalau Banten tidak diklasifikasi, ini adalah potensi ancaman yang selalu ada buat keamanan Batavia, gitu ya, sebagai pusat kegiatan VOC. Jadi karena itulah kemudian mereka Mama menaklukan Banten, gitu ya, tidak ada pilihan lain.”
Sepanjang tahun 1686 hingga 1706, VOC juga direpotkan dengan pemberontakan Untung Surapati yang bersama pasukannya bergerak di sejumlah wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Pada tahun 1740 menyusul aksi pembantaian yang dilakukan tentara VOC terhadap sekitar 10 ribu warga Tionghoa di Batavia pecah pemberontakan warga Tionghoa yang dipimpin Saw Fan Jiang atau biasa disebut Kapitan Sepanjang.
Pemberontakan yang semula hanya terjadi di sekitar Tangerang dan Bekasi ini di kemudian hari merembet hingga ke sejumlah wilayah Jawa Tengah dan Jawa Timur. Perang yang juga kerap disebut sebagai peristiwa Geger Pacinan ini juga menjadi pemicu terpecahnya kerajaan Mataram menjadi kasunanan Surakarta dan kesultanan Yogyakarta pada tahun 1755.
Bondan Kanumoyoso, sejarawan
“Nah kalau perang sepanjang ini, perang yang diakibatkan karena peristiwa tahun 1740. Jadi orang-orang Cina yang ada di Batavia ketika itu kemudian tidak semuanya berhasil ditangkap dan dibunuh. Ada yang melarikan diri ke luar dan bahkan sampai ke Mataram ketika itu dan dari Mataram dapat dukungan dari Sasuhunan dan kemudian mereka mengadakan perlawanan-perlawanan di sepanjang pantai utara Jawa terhadap VOC dengan dukungan orang orang Jawa.”
Meskipun VOC selalu berusaha mengambil keuntungan dari setiap konflik dengan penguasa lokal, campur tangan VOC dalam urusan politik kerajaan-kerajaan di nusantara kerap dikarenakan undangan dari pihak pihak di tubuh kerajaan sendiri. Biasanya tatkala kerajaan sedang mengalami masalah pemberontakan atau suksesi. Setiap kali ikut campur tangan, VOC berhasil memaksakan kontrak atau perjanjian politik yang menguntungkan mereka. Tak aneh selama hampir 2 abad keberadaan mereka di nusantara VOC menandatangani tidak kurang dari 1.000 perjanjian.
Mona Lohanda, sejarawan
“Setiap kerajaan kita, kejelekan kita ya, saya sih fair aja yah. Dalam satu kekuasaan kerajaan, itu mesti ada permasalahan perebutan Tahta. Nah perebutan Tahta itu kan mesti orang dalem. Apa itu putra mahkota dengan iden. Banten itu kan anaknya sendiri, antara Sultan Haji dengan bapaknya Ageng Tirtayasa itu Anti VOC. Zaman Sultan Ageng itu Belanda enggak bisa apa-apa. Tapi ketika anaknya jadi aneh, saya sebutan aneh, dengan ibunya Ratu Syarifah Fatimah itu, akhirnya Belanda bisa menguasai. Itu kelemahan kita, kelemahannya dari dalam.”
Karena keculasan dan kekejaman tentara nya di banyak kalangan penduduk Nusantara, VOC memiliki sebutan populer, kompeni atau kumpeni. Istilah ini diambil dari Company, yang dalam bahasa Belanda memiliki arti Perusahaan. Namun oleh kebanyakan rakyat nusantara, arti kata kompeni lebih sering di lekatkan pada tentara Belanda karena penindasan, kekejaman dan pemerasan yang mereka lakukan.
Selanjutnya:
Masa keemasan VOC itu sering digambarkan berjalan selama 100 tahun pertama kota Batavia.
Video:
Foto:
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
Era Kolonialisme Di Indonesia (02) |
No comments:
Post a Comment