Sunday, December 23, 2018

Era Kolonialisme Di Indonesia (3)

kekayaan VOC itu mayoritas dari pajak untuk kota-kota mereka. Apapun diberi pajak, jadi mereka punya pendapatan yang berlapis-lapis selain dari perdagangan tapi mereka mempunyai koloni dimana koloni itu menjadi mesin eksploitasi yang dijalan oleh berbagai macam kelompok etnis dan bangsa. Jadi bukan hanya bersumber dari rempah-rempah semata, tetapi bagaimana mereka membuat jalur pendapatan itu punya banyak lubang begitu ya. Bukan hanya lubang perdagangan, tapi juga kehidupan dari dunia perkotaan koloni.
Era Kolonialisme Di Indonesia (3)

Dengan luasnya daerah Taklukan dan akses monopoli perdagangan, VOC berkembang menjadi perusahaan multinasional pertama dan terbesar dalam sejarah. Pada tahun 1669, VOC menjadi perusahaan terkaya dalam sejarah dengan kepemilikan lebih dari 150 perahu dagang, 40 kapal perang, 50.000 pekerja, 10.000 tentara bayaran dan pembayaran dividen hingga 40%.

Mona Lohanda, sejarawan
“VOC itu, kita kan sering pikir VOC itu kan dari Eropa ke sini. Kekayaan dia dapat bukan dari perdagangan dari sini ke Eropa saja. Dia punya 3 operasi dagang, caranya wilayah. Pertama yang jelas, dari nusantara ke Eropa. Dia bawa rempah, dia bawa kopi segala macem ya. Tapi yang kaya itu perdagangan antara inter Asia. Ke Cina, ke Jepang, ke India, ya, termasuk dia ke daerah Afrika Selatan. Komoditas yang diperdagangkan itu juga bermain. Yang ke 3 adalah wilayah operasi di Nusantara sendiri.”

JJ Rizal, pengamat sejarah
“Nah kekayaan VOC itu mayoritas dari pajak untuk kota-kota mereka. Apapun diberi pajak, jadi mereka punya pendapatan yang berlapis-lapis selain dari perdagangan tapi mereka mempunyai koloni dimana koloni itu menjadi mesin eksploitasi yang dijalan oleh berbagai macam kelompok etnis dan bangsa. Jadi bukan hanya bersumber dari rempah-rempah semata, tetapi bagaimana mereka membuat jalur pendapatan itu punya banyak lubang begitu ya. Bukan hanya lubang perdagangan, tapi juga kehidupan dari dunia perkotaan koloni.”

Pada masa kejayaan VOC di abad ke 17, kota Batavia yang menjadi kantor pusat VOC di luar Belanda dikenal di seluruh dunia sebagai kota terindah di Asia dan kerap dijuluki sebagai ratu dari Timur.

JJ Rizal, pengamat sejarah
“Masa keemasan VOC itu sering digambarkan, berjalan selama 100 tahun pertama kota Batavia. Pada masa 100 tahun pertama itulah, Batavia menjadi pembicaraan banyak orang dan mendapat sebutan sebagai de Koningin van het Oosten, Ratu Di Timur begitu. Mereka bisa melihat keindahan kotanya dan gaya hidup penduduknya yang sangat extravaganza, bahkan sampai keluar peraturan yang disebut Prah and Pral begitu. Kesukaan untuk bermewah-mewah dan hidup sangat penuh foya-foya. Begitu glamour begitu, itu bisa digambarkan bahwa masa itu lah masa-masa keemasan VOC, dimana VOC bisa mengakumulasi uang dari hasil perdagangan mereka dan membuat 1 koloni yang mewariskan 1 kota yang tidak pernah dibayangkan bahwa itu kota Belanda dan sejarah sosialnya penuh dengan kehidupan yang sangat mewah yang sebenarnya sebagai orang Belanda tu terkenal sangat crideners atau sangat pelit, bermental tukang kelontong, perhitungan, tapi di dunia koloni mereka hidup sangat mewah. Itu menurut saya dan menurut analisis tentang periode itu, itu adalah masa-masa keemasan VOC, terlepas dari bahwa itu hasil merampok dari tubuh VOC sendiri.”

Artikel terkait:
Era Kolonialisme Di Indonesia (01)
Era Kolonialisme Di Indonesia (02)

Setelah beroperasi hampir 2 abad, pada tahun 1799 VOC dibubarkan oleh kerajaan Belanda. Korupsi dianggap sebagai salah satu penyebab utama keruntuhan maskapai dagang Belanda tersebut. Selain karena faktor korupsi, keruntuhan VOC juga dipicu banyak faktor lain. Salah satunya karena terkurasnya keuangan VOC untuk membiayai perang, serta rusaknya jalur perdagangan akibat perang.

Mona Lohanda, sejarawan
“Bangkrut nya itu karena, kan yang orang tau terkenalnya itu korupsi. Tpi masalahnya bukan cuma korupsi.”
“Jadi operasi dagang dari nusantara ke Eropa itu terganggu karena perang dengan Inggris beberapa kali. Jadi mereka nggak bisa berlayar, karena itu telah dihantem atau sudah dijaga oleh Inggris. Inggris kan udah mulai di India. Terus nanti abad 1840-an kan mereka udah mulai di Malaysia. Nah itu, itu satu, yang menyebabkan sehingga mereka enggak bisa berdagang ke Eropa. Jadi hanya perdagangan di situ dan control hilang dari pusat di sana. Jadi ia mulailah korupsi.”
“1 korupsi, karena misalnya pejabat besar, Gubernur Jenderal atau direktur jenderal, dia punya kapal dagang sendiri, jadi ya sudah dia jadi punya perusahaan di dalam perusahaan.”

JJ Rizal, pengamat sejarah
“Bubarnya VOC itu banyak faktor ya, tapi faktor yang terbesar ada yang bilang VOC itu bangkrut karena korupsi. Karena begitu banyak abdi-abdi kompeni yang begitu mereka masuk dan berdinas di dalam VOC, mereka ingin segera merampoki VOC itu sendiri katanya. Jadi lebih banyak kapal-kapal VOC itu berangkat dari koloni-koloni itu bukan mengangkut barang dagangan dari VOC sendiri. Tapi mengangkut barang dagangan pribadi-pribadi abdi-abdi kompeni tersebut. Saking beratnya dan keluar dari ketentuan itu, banyak kapal-kapal VOC yang belum berlayar jauh lepas laut, itu sudah tenggelam katanya. Jadi itu untuk menggambarkan bagaimana greedy-nya, bagaimana rakusnya abdi-abdi komponen yg merampok pundi-pundi uang dari company. Sehingga setelah diusir roboh, itu VOC sering diplesetin bukan singkatan dari Viramida Ons Indiscompany, tapi Ferhan Onder Korupsi katanya. Jatuh karena korupsi.”

Karena berbagai permasalahan finansial yang dihadapinya, pada 31 Desember 1799 VOC resmi dinyatakan bangkrut dan dibubarkan. Seluruh utang dan aset-aset VOC diambil alih oleh pemerintah kerajaan Belanda. Kerajaan Belanda selanjutnya menjadikan semua wilayah yang dikuasai VOC di kawasan nusantara sebagai wilayah koloni Kerajaan Belanda yang disebut Hindia Belanda dan pada Fajar tahun 1800 pemerintah kolonial Belanda didirikan di wilayah Hindia Belanda dan bertahan sampai tahun 1942.


Video:







Foto:




Era Kolonialisme Di Indonesia (03)

Era Kolonialisme Di Indonesia (03)
Era Kolonialisme Di Indonesia (03)

Era Kolonialisme Di Indonesia (03)

Era Kolonialisme Di Indonesia (03)

Era Kolonialisme Di Indonesia (03)

Era Kolonialisme Di Indonesia (03)

Era Kolonialisme Di Indonesia (03)

Era Kolonialisme Di Indonesia (03)





No comments:

Post a Comment

Labels

ABC News (1) ABRI (1) Aceh (1) Alat Musik (1) Amerika (1) Amerika Serikat (5) Ancol (1) Antara (2) Automo (1) Ayam (1) Bahan Bakar (1) Bakso Tahu (1) Bali (5) Bambu (1) Bandung (1) Banggai (1) Bangkrut (1) Banjir (2) Banten (1) Batagor (1) Bedah Editorial (2) Bekasi (1) Belanda (1) Belgia (1) Bencana (2) Bengkulu (1) Berau (2) Berburu (2) Berita Satu (2) Bisnis Online (9) Blitar (1) Blogspot (2) Bosnia (1) Boyolali (1) Budaya (6) Bukit (1) Buras (1) Burung (2) California (1) Chester Bennington (4) Ciamis (1) Cikarang (1) Cina (1) CNN Indonesia (12) Daily Mail (1) Dayak (1) Demo (1) Desa (7) Desa Blimbingsari (4) DPR (1) Drone (1) Ekosistem Laut (1) Eropa (1) Facebook (5) Garut (1) Gema Tanjung (1) Gempa (2) Gereja (2) Gereja Katedral (1) Go Food (1) Goa Lawa (1) GoJek (1) Google + (1) Grab (2) Gurita (8) Guru (1) HipCar (2) How to (1) Ikan (5) Ikan Kakap (1) Ikan Koi (1) Ikan Paus (3) Iklan (4) Indosiar (1) iNews (1) iNews TV (3) Inggris (1) Instagram (1) Jakarta (1) Jakarta Barat (1) Jakarta Utara (1) Jalak (2) Jalak Bali (1) Jawa (3) Jawa Barat (7) Jawa Tengah (5) Jawa Timur (15) Jember (1) Jepara (1) Junjung Biru (1) Kalimantan (5) Kalimantan Selatan (1) Kalimantan Tengah (1) Kalimantan Timur (3) Kalimantan Utara (1) Kampung Wisata (1) Karawang (1) Kaur (1) Kebumen (1) Kediri (1) Kemerdekaan (10) Kendaraan (5) Kendaraan Listrik (6) Kepulauan Selayar (3) Kerajinan (1) Kesenian (1) Kisah Hidup (1) Klaten (2) Kolaka (1) Kolonialisme (3) Kompas TV (10) Kompetisi (1) Konsumen (1) Kopi (1) Koran (2) Korea (1) Korea Selatan (1) Korea Utara (1) KPK (2) Kroasia (1) KTP elektronik (1) Kudus (1) Kuliner (3) Lamalera (2) Lebaran (1) Lembata (6) Linkin Park (4) Lion Air (1) Lippo Group (4) Liputan 6 (2) Listrik (3) Lombok (1) Los Angeles (1) Madiun (2) Madura (1) Malang (2) Malinau (1) Maluku (1) Maratua (2) Martapura (1) Meikarta (11) Melukis (1) Metro TV (34) MNCTV (2) Mobil (5) Mochtar Riady (3) Mogok (1) Monas (1) Motor (3) Museum (2) Musik (2) Muslim (1) Nabire (1) Nasi (2) Nasi Gegog (2) Natal (10) Net TV (16) Nugget (1) Nusa Tenggara Timur (8) NY Daily News (1) Nyonya Meneer (8) Onny Arifin Yuwono (2) Palangka Raya (1) Palembang (2) Pangandaran (2) PanMunJom (1) Pantai (3) Pantai Tamban (2) Papua (1) Pare-Pare (1) Pariwisata (4) Pasar (1) Pelabuhan Ulele (1) Pendidikan (1) Penerbangan (1) Pengemis (1) Pesawat (1) Pidato (1) Pisang (3) Pohon (1) Polandia (1) Polisi (2) Ponorogo (1) Pulau (2) Pulau Nasi (1) Purbalingga (1) Ragam Indonesia (2) Restoran (1) Robot (1) Samarinda (1) Sampah (1) Sariwangi (2) Sastra (1) SCTV (3) Sea World (1) Sejarah (5) Sekolah Dasar (1) Selokan (1) Semarang (1) Sepatu (1) Si Bolang (1) Sin City (1) Singapura (1) Solo (2) SPLU (6) Stockholm (1) Suku (1) Sulawesi (4) Sulawesi Selatan (4) Sulawesi Tengah (1) Sulawesi Tenggara (1) Sungai (1) Surabaya (2) Swedia (1) Tabanan (1) Tahu (1) Tahu Goreng (1) Taipei (1) Taiwan (1) Takabonerate (1) Taman Kanak-Kanak (1) Tangerang (1) Tanjung Papurna (1) Tegal (1) Telepon (1) Tempo (2) Timlo TV (1) Tradisi (2) Trans 7 (7) Trenggalek (1) Tsunami (2) Tukang Pijat (2) TV One (1) Twitter (1) Universitas Indonesia (1) VOA Indonesia (3) Waduk (1) Warung (1) Washington (1) Wawancara (4) Website (13) Yogyakarta (2) Zagreb (1)