Friday, January 11, 2019

Dari Silicon Valley Ke Slipicon Valley

Kelahiran start-up dan perkembangannya di seantero dunia tidak bisa dilepaskan dari sebuah akwsan di Amerika Serikat (AS) yang dijuluki Silicon Valley. Julukan tersebut mengacu pada banyaknya produsen semi konduktor, yang dibuat dari silikon, di bagian Selatan daerah Teluk San Francisco, California, itu.
Dari Silicon Valley Ke Slipicon Valley

Melongok Fenomena perkembangan start-up dan tantangannya.

Dalam satu dekade terakhir, muncul banyak perusahaan rintisan alias start-up. Enggak cuma di Silicon Valley, tak sedikit start-up baru lahir di Indonesia. Namun, hanya sedikit start-up yang mampu bertahan dan berhasil berkembang. Kok ??

Herry Prasetyo, Fancisca Bertha Vistika, Kontan

Kelahiran start-up dan perkembangannya di seantero dunia tidak bisa dilepaskan dari sebuah akwsan di Amerika Serikat (AS) yang dijuluki Silicon Valley. Julukan tersebut mengacu pada banyaknya produsen semi konduktor, yang dibuat dari silikon, di bagian Selatan daerah Teluk San Francisco, California, itu.

Silicon Valley kini populer sebagai jantung perusahaan teknologi dunia. Di sinilah lahir dan berkumpul raksasa di bidang teknologi informasi. Sebut saja: Intel, Microsoft, Apple, Hewlett Packard, hingga Google, Facebook, dan Twitter. Dari kawasan ini pula lahir ribuan perusahaan rintisan alias start-up. Mereka yang telah sukses mendunia antara lain: Uber, Airbnb, serta Pinterest.

Sebagai pusat kelahiran start-up dunia, perjalanan panjang Silicon Valley tidak lepas dari sebuah perusahaan semi konduktor bernama Fairchild Semiconductor. Berdiri pada tahun 1957 silam, Fairchild merupakan perusahaan pertama di muka Bumi yang didanai dengan model modal ventura.

Salah satu investor Fairchild adalah Black Rock Capital yang didirikan oleh pemodal ventura legendaris Arthur Rock. Pria yang lebih dikenal sebagai investor utama Apple ini dianggap sebagai salah satu pemodal ventura pertama di dunia.

Artikel yang berhubungan:
Tren Bisnis Online Di Indonesia Berkiblat Pada Silicon Valley 01
Tren Bisnis Online Di Indonesia Berkiblat Pada Silicon Valley 02
Tren Bisnis Online Di Indonesia Berkiblat Pada Silicon Valley 03

FFairchild didirikan oleh 8 orang yang di kemudian hari populer dengan julukan traitorous eight. Dua diantaranya adalah Bob Noyce dan Gordon Moore yang merupakan pendiri Intel, Joshua Agusta, Head of Portfolio MDI Ventures, bilang, kemunculan Fairchild dan traitorous eight inilah yang jadi cikal bakal terbangunannya ekosistem start-up Silicon Valley.

Sebastian Togelang, Founding Partner Kejora Ventures, mengamini, kemunculan Fairchild diikuti kelahiran perusahaan teknologi lain seperti Apple dan HP. Perkembangan pesat di Silicon Valley kemudian menjalar ke seluruh dunia yang didorong berbagai faktor.

"Adanya peluang pasar, munculnya inovator, dan adanya pemodal yang ingin mengembangkan perusahaan teknologi di belahan dunia lainnya," ungkap Sebastian.

Makin pesat

Di Indonesia, Joshua mengatakan, ekosistem start-up bermula pada 2009, saat perusahaan rintisan Koprol diakuisisi Yahoo!. Ini dibarengi pulangnya pemain awal start-up dari AS. Misalnya: pendiri UrbanIndo, Arip Tirta, pendiri Traveloka, Fery Unardi, dan pendiri Gojek, Nadiem Makarim.

Dibandingkan 5 tahun lalu, perkembangan start-up di Indonesia kini makin pesat. Banyak start-up, perusahaan modal ventura, dan universitas ternama berlokasi di kawasan Slipi, Jakarta Barat. Dari situlah, istilah Slipicon Valley muncul untuk menggambarkan Slipi sebagai jantung perkembangan start-up di negara kita.

Kelahiran banyak start-up anyar di tanah air tak lepas dari ceruk pasar yang begitu besar. Fadjar Hutomo, Deputi Akses Permodalan Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf), menjelaskan, dengan jumlah penduduk 250 juta dan kelas menengah yang terus tumbuh, maka Indonesia memiliki prospek yang menarik bagi perusahaan rintisan.

Sebastian mencatat, pasar bisnis digital di Indonesia saat ini sekitar US$ 5 miliar. Pada 2030 mendatang, pasar bisnis digital diperkirakan tumbuh menjadi US$ 300 miliar.

Pendanaan yang terus meningkat, infrastruktur internet yang makin baik, iklim investasi yang mendukung, dan pertumbuhan ekonomi yang positif, menurut Joshua, menjadi daya dukung perkembangan ekosistem start-up di masa mendatang. Tetapi, semua dukungan ini tidak lantas menjadikan sebuah perusahaan rintisan otomatis meraih kesuksesan, ya.

Banyak start-up gres muncul. Hanya, tingkat kegagalan juga tinggi. Meski belum ada angka pasti, Joshua menyebutkan, 95% start-up gagal di tahap pendirian. Dari 5% yang tersisa hanya 20% yang mampu bertahan hingga tahun ke-3. Bisa dibilang, dari seratus perusahaan start-up, hanya 1 atau 2 perusahaan yang mampu bertahan setelah tahun ke-3.


"Dari seratus perusahaan start-up di Indonesia, hanya 1 atau 2 perusahaan yang mampu bertahan setelah tahun ke-3."

Tingkat kesuksesan start-up di seluruh dunia, menurut Sebastian, malah hanya 10%. Sementara start-up yang berhasil menjadi unicorn, perusahaan dengan valuasi lebih dari US$1 miliar, kurang dari 1% saja. Dan saat ini, Indonesia telah memiliki 4 start-up yang masuk kategori unicorn. Mereka adalah Gojek, Traveloka, Tokopedia, dan Bukalapak.

Tantangan

Tentu, ada berbagai tantangan yang harus dihadapi oleh pendiri start-up. Perusahaan rintisan berkaitan erat dengan apa yang disebut dengan disrupsi. Pada intinya, Guru Besar Faktultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia, Rhenald Kasali menyatakan, disrupsi merupakan inovasi yang membuat cara lama menjadi ketinggalan zaman. Kehadiran teknologi digital menciptakan solusi serta model bisnis baru yang lebih cepat dan mudah.

Makanya, Sebastian menuturkan, start-up harus mampu memberikan solusi bagi konsumen, menawarkan produk yang diterima pasar dengan tingkat ke-ekonomi-an yang baik, sekaligus mampu mencapai pertumbuhan eksponensial.

Pada prakteknya, Joshua bilang, ada berbagai persoalan yang harus dihadapi start-up. Pertama, kohesi antara pendiri. Kedua. tingkat eksekusi. Ketiga, pendanaan.

Dari berbagai persoalan yang ada, Fadjar mengatakan, sumber daya manusia (SDM) merupakan kunci untuk mengembangkan ekosistem start-up. "Dibutuhkan founder yang bermental kecoak, alias tahan banting," tegas Fadjar.

Start-up memang identik dengan generasi milenial. Menurut Rhenald, banyak anak muda yang dekat dengan teknologi dan bermimpi menawarkan solusi bagi masyarakat melalui start-up. Sebagian mampu menggali dan mengeksekusi hingga jadi kenyataan.

Tapi, tidak sedikit yang sekedar bermimpi membuat dampak bagi masyarakat. Sebagai generasi milenial, mereka cepat bosan dan berpindah ke bidang lain. Padahal, butuh waktu lama untuk berhasil. "Amazon saja membutuhkan waktu hingga 20 tahun untuk meraup keuntungan," ujar Rhenald.

Muhammad Nur Awaludin, pendiri Kakatu, mengamini milenial bisa dibilang generasi yagn punya ego tinggi. Sehingga, kendala yagn paling sering dihadapi perusahaan start-up adalah tim mereka sendiri.

Pria yang akrab disapa Mumu ini mengatakan, produk dan pasar bisa dipelajari ilmunya. Namun, ada resiko tim yang harus menjadi perhatian utama. "Tim harus kompak dan saling percaya," ujar CEO Kakatu ini.

Nah, edisi khusus Kontan kali menyajikan kisah dan pengalaman para pendiri start-up generasi milenial yang telah berhasil membangun dan mengembangkan usaha mereka. Silahkan menyimak dan belajar dari pengalaman mereka.

















2 comments:

Labels

ABC News (1) ABRI (1) Aceh (1) Alat Musik (1) Amerika (1) Amerika Serikat (5) Ancol (1) Antara (2) Automo (1) Ayam (1) Bahan Bakar (1) Bakso Tahu (1) Bali (5) Bambu (1) Bandung (1) Banggai (1) Bangkrut (1) Banjir (2) Banten (1) Batagor (1) Bedah Editorial (2) Bekasi (1) Belanda (1) Belgia (1) Bencana (2) Bengkulu (1) Berau (2) Berburu (2) Berita Satu (2) Bisnis Online (9) Blitar (1) Blogspot (2) Bosnia (1) Boyolali (1) Budaya (6) Bukit (1) Buras (1) Burung (2) California (1) Chester Bennington (4) Ciamis (1) Cikarang (1) Cina (1) CNN Indonesia (12) Daily Mail (1) Dayak (1) Demo (1) Desa (7) Desa Blimbingsari (4) DPR (1) Drone (1) Ekosistem Laut (1) Eropa (1) Facebook (5) Garut (1) Gema Tanjung (1) Gempa (2) Gereja (2) Gereja Katedral (1) Go Food (1) Goa Lawa (1) GoJek (1) Google + (1) Grab (2) Gurita (8) Guru (1) HipCar (2) How to (1) Ikan (5) Ikan Kakap (1) Ikan Koi (1) Ikan Paus (3) Iklan (4) Indosiar (1) iNews (1) iNews TV (3) Inggris (1) Instagram (1) Jakarta (1) Jakarta Barat (1) Jakarta Utara (1) Jalak (2) Jalak Bali (1) Jawa (3) Jawa Barat (7) Jawa Tengah (5) Jawa Timur (15) Jember (1) Jepara (1) Junjung Biru (1) Kalimantan (5) Kalimantan Selatan (1) Kalimantan Tengah (1) Kalimantan Timur (3) Kalimantan Utara (1) Kampung Wisata (1) Karawang (1) Kaur (1) Kebumen (1) Kediri (1) Kemerdekaan (10) Kendaraan (5) Kendaraan Listrik (6) Kepulauan Selayar (3) Kerajinan (1) Kesenian (1) Kisah Hidup (1) Klaten (2) Kolaka (1) Kolonialisme (3) Kompas TV (10) Kompetisi (1) Konsumen (1) Kopi (1) Koran (2) Korea (1) Korea Selatan (1) Korea Utara (1) KPK (2) Kroasia (1) KTP elektronik (1) Kudus (1) Kuliner (3) Lamalera (2) Lebaran (1) Lembata (6) Linkin Park (4) Lion Air (1) Lippo Group (4) Liputan 6 (2) Listrik (3) Lombok (1) Los Angeles (1) Madiun (2) Madura (1) Malang (2) Malinau (1) Maluku (1) Maratua (2) Martapura (1) Meikarta (11) Melukis (1) Metro TV (34) MNCTV (2) Mobil (5) Mochtar Riady (3) Mogok (1) Monas (1) Motor (3) Museum (2) Musik (2) Muslim (1) Nabire (1) Nasi (2) Nasi Gegog (2) Natal (10) Net TV (16) Nugget (1) Nusa Tenggara Timur (8) NY Daily News (1) Nyonya Meneer (8) Onny Arifin Yuwono (2) Palangka Raya (1) Palembang (2) Pangandaran (2) PanMunJom (1) Pantai (3) Pantai Tamban (2) Papua (1) Pare-Pare (1) Pariwisata (4) Pasar (1) Pelabuhan Ulele (1) Pendidikan (1) Penerbangan (1) Pengemis (1) Pesawat (1) Pidato (1) Pisang (3) Pohon (1) Polandia (1) Polisi (2) Ponorogo (1) Pulau (2) Pulau Nasi (1) Purbalingga (1) Ragam Indonesia (2) Restoran (1) Robot (1) Samarinda (1) Sampah (1) Sariwangi (2) Sastra (1) SCTV (3) Sea World (1) Sejarah (5) Sekolah Dasar (1) Selokan (1) Semarang (1) Sepatu (1) Si Bolang (1) Sin City (1) Singapura (1) Solo (2) SPLU (6) Stockholm (1) Suku (1) Sulawesi (4) Sulawesi Selatan (4) Sulawesi Tengah (1) Sulawesi Tenggara (1) Sungai (1) Surabaya (2) Swedia (1) Tabanan (1) Tahu (1) Tahu Goreng (1) Taipei (1) Taiwan (1) Takabonerate (1) Taman Kanak-Kanak (1) Tangerang (1) Tanjung Papurna (1) Tegal (1) Telepon (1) Tempo (2) Timlo TV (1) Tradisi (2) Trans 7 (7) Trenggalek (1) Tsunami (2) Tukang Pijat (2) TV One (1) Twitter (1) Universitas Indonesia (1) VOA Indonesia (3) Waduk (1) Warung (1) Washington (1) Wawancara (4) Website (13) Yogyakarta (2) Zagreb (1)